Teologi Injil Matius


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matius, Markus dan Lukas dikenal sebagai injil-injil Sinoptis. Kata sinoptis berasal dari dua Bahasa Yunani yang berarti melihat bersama dan secara hurufiah berarti dapat dilihat bersama. Injil mempunyai 1068 ayat. Ternyata Injil Matius mengutip tidak kurang dari 606 ayat dari Injil Markus. Sedangkan 55 ayat dari Injil Markus yang tidak dikutp oleh Matius. Injil Matius memakai 51% dari kata-kata yang terdapat di dalam Injil Markus.[1]
Seluruh tulisan kitab Injil Matius mencerminkan kondisi/kehidupan jemaat atau komunitas Matius. Komunitas ini berbahasa Yunani. Latar belakang kehidupan jemaat ini punya hubungan erat dengan bangsa Yahudi. Jemaat yang berlatar belakang Israel atau Yahudi. Matius memberi banyak tekanan pada hukum Taurat tetapi jemaat Matius ini mulai terbuka terhadap masuknya orang kafir atau Yunani menjadi anggota jemaat. Lokasi atau kota jemaat itu pada mulanya kota Antiokhia Provinsi Siria perbatasan Palestina bagian utara. Jemaat masih setia dengan hukum taurat (Mat 24:20, 23:2-3). Injil Matius diakui masa penulisannya tahun 80-90 an. Yang mau digambarkan dalam kitab Injil Matius ketegangan antara penekanan Partikularistik Yahudi dan penekanan sifat universalistis yang keseluruhnya tergambar dalam Injil Matius. Tergambar tentang keregangan hubungan antara jemaat Kristen dan Yudaisme. Jemaat Matius sudah membuka diri terhadap dunia kafir walaupun kesan Partikularistik masih ada (Mat 15:24-26).[2]
1.2 Rumusan Masalah
               1. Bagaimana situasi jemaat Injil Matius ?
               2. Apa pokok-pokok Teologis Injil Matius dan maknanya?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui situasi jemaat Matius
2. Untuk Mengetahui pokok-pokok Teologis Injil Matius dan Maknanya.   
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembukaan Injil Matius
            Pembukaan Injil Matius itu unik; tidak ada yang serupa itu pada kitab-kitab Injil lainnya. Dengan judulnya yang tidak jelas dan silsilah yang panjang, Injil ini tidak begitu menarik pembaca modern. Akan tetapi kalau kita melewatinya, berarti kita melewati sesuatu yang jelas dianggap penting oleh Matius. Ia memulai dengan kata-kata ini : “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham”. Kata silsilah dapat dipakai kurang lebih dalam arti “Riwayat” (seperti Kejadian 2:4), dan dapat memasukkan suatu daftar keturunan (kejadian 5:1). Silsilah yang menyusul disusun menjadi tiga bagian, masing-masing terdiri dari empat belas generasi. Ini jelas simbolis, karena beberapa nama dihilangkan agar kelompok kedua menjadi empat belas keturunan dan hanya ada tiga belas nama pada kelompok ketiga (yang mencakup suatu periode sekitar lima ratus tahun; sekali lagi tampak seakan-akan banyak nama sudah dihilangkan). Tidak jelas mengapa angka empat belas yang pilih. Ada yang mengusulkan supaya kita menafsirkan angka empat belas (2 x 7) sebagai dua masa; jadi semua yang diberitakan di situ tentu adalah orang-orang yang hidup dalam enam masa dan menjelang masa yang ketujuh, yaitu zaman yang sempurna, zaman Mesias. Kita tidak boleh menolak sama sekali tafsiran ini, sebab tafsiran semacam ini dibuat oleh beberapa penulis abad pertama. Akan tetapi ini tampaknya bukan gaya Matius.
            Sungguh mengesankan bahwa Matius mencantumkan nama empat wanita, karena wanita pada umumnya tidak mencantumkan dalam silsilah-silsilah. Bahwa ada empat wanita itu  barangkali bisa diterangkan berdasarkan fakta bahwa dalam tulisan-tulisan Yahudi ada empat wanita yang sering disebut-sebut sebagai orang istimewa, yaitu : Sara, Ribka, Rakhel, dan Lea. Tetapi bukan empat orang ini yang disebut oleh Matius. Matius juga tidak menuliskan nama sebenarnya atau nama fiktif bagi para istri dari anggota lain dalam silsilah ini.
2.2 Yohanes Pembaptis
            Menurut berita Matius, Yohanes Pembaptis datang sebelum Yesus dan mempersiapkan jalan bagi Yesus. Yohanes itu seorang asketis yang keras (3:4; 11:18), dan sesuai dengan hal ini murid-muridnya berpuasa (9:14). Yohanes adalah seorang nabi (11:9; 21:26), yang mengimbau orang supaya bertobat (3:2). Bagi Yohanes bertobat tidak hanya berarti menyesali dosa-dosa masa lampau, melainkan menghasilkan apa yang disebut “Buah yang sesuai dengan pertobatan” (3:8); mereka yang menanggapi ajarannya dengan iman harus menjalani kehidupan yang sesuai dengan pertobatan. Ajaran Yohanes sangat bernada moral.
            Yohanes memainkan peranan yang penting. Belakangan Yesus berbicara tentang dia bahwa tidak pernah ada orang yang lebih besar dari dia “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan”. Tetapi Yesus melanjutkan, “Yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripadanya” (11:11). Kedatangan Yesus menandai titik baiknya. Segala keagungan Yohanes tidak ada artinya dibandingkan dengan keanggotaan dalam Kerajaan itu. Hal yang sama ditunjukkan oleh Yesus ketika Dia berkata, “Semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes” (11:13). Yesus tidak meremehkan kebesaran dan kedalaman agama Perjanjian Lama. Namun, agama itu hanyalah pendahuluan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Sekarang kerajaan Surga menggantikan semua kemegahan dari penyataan yang terdahulu. Ini merupakan suatu pertanyaan yang luar biasa.
            Tema tentang hukuman muncul terus dalam nubuat-nubuat Yohanes. Ia berbicara tentang “Murka yang akan datang” (3:7) dan menjelaskan dekatnya murka tersebut dengan menyebut kapak yang disediakan pada akar pohon-pohon, suatu posisi yang menunjukkan bahwa kapak itu akan segera dipakai (3:10). Ia berbicara mengenai Oknum yang akan datang sesudah dia itu sebagai membawa alat penampi di tangan-Nya (untuk memisahkan biji gandum dari kulitnya), sebagai persiapan untuk memasukkan gandum itu ke dalam gudang, sedangkan kulitnya dibakar dalam “Api yang tak terpadamkan” (3:12).
            POKOK-POKOK TEOLOGIS
2.3 Ajaran Tentang Allah
            Dalam pandangan Matius, Allah itu penuh kuasa, Allah yang terus-menerus aktif dan melaksnakan kehendak-Nya yang mulia, Allah yang hidup (16:16; 26:63). Lebih dari enam puluh kali penginjil ini menyebut tentang penggenapan Kitab Suci, dan setiap penggenapan itu saja berarti bahwa Allah telah merencanakan sesuatu, bahwa Dia pernah mengatakan hal itu melalui hamba-hamba-Nya para nabi, dan bahwa sekarang Ia melaksanakannya. Orang-orang saduki sepatutnya dicela karena mereka tidak mengenal “Kitab Suci maupun kuasa Allah” (22:29).
            Pada awal Injil ini, kita sudah dapat melihat bagaimana cara Allah bekerja. Pertama-tama Kristus diutus, dengan beberapa rincian mengenai kelahiran dari seorang perawan. Allah bekerja secara istimewa untuk melaksanakan suatu tujuan istimewa. Ketika Yusuf ragu-ragu untuk mengambil Maria menjadi istrinya, Allah berbicara kepadanya melalui suatu mimpi (1:20). Matius mengarahkan perhatian kita pada penggenapan nubuat dalam peristiwa kelahiran suci ini (1:22) dan selanjutnya ia menjelaskan bahwa itu semua berarti bahwa “Allah menyertai kita” (1:23). Kunjungan orang-orang Majus merupakan kesaksian baik tentang fakta mengenai maksud ilahi maupun tentang kesediaan Allah untuk menyatakan maksud-Nya kepada orang-orang bukan Yahudi.
            Allah yang mahakuasa ini mengajukan tuntutan-tuntutan kepada para penyembah-Nya. Mereka diingatkan bahwa mereka tidak dapat mengabdi sekaligus kepada Allah dan kepada Mamon (6:24). Sifat dari perkawinan, yakni menyatu dan tak dapat diceraikan muncul dari fakta dan peraturan dalam penciptaan oleh Allah (19:4-6). Ada kewajiban-kewajiban terhadap kaisar (pemerintah), ada pula kewajiban-kewajiban terhadap Allah; janganlah orang mencampuradukkan keduanya (22:21). Mereka harus melakukan kehendak Allah (7:21), harus meninggalkan jalan lebar yang menuju kehancuran dan masuk melalui pintu yang sempit (7:13). Orang tidak boleh membatalkan Firman Allah (15:6).
            Tetapi ajaran pokok Matius tentang Allah mengatakan bahwa Allah itu murah hati dan penuh kasih. Ia selalu menyebut Allah sebagai Bapa; sesuai Alkitab bahasa inggris, ini dilakukannya sebanyak 44 kali, lebih banyak dari siapa pun dalam PB, kecuali Yohanes (122 kali; Markus 5 kali; Lukas 17 kali, dan Paulus 42 kali). Ini memasukkan suatu unsur baru ke dalam agama. Bukan Karena gelar tersebut tidak pernah dikenakan pada Allah sebelumnya.
Allah itu hidup
Ajaran tentang Allah yang hidup banyak sekali terdapat dalam PL, baik terungkap secara nyata, maupun secara implisit terlihat dalam karya-Nya. Ajaran tentang Allah yang hidup tentunya juga terdapat dalam PB. Ketika murid-murid ditanya oleh Yesus: “siapakah Aku ini? Petrus menjawabnya: “Engkau adalah mesias, Anak Allah yang hidup” (16:16, bdk 22:32, 26:63). Kami menduga bahwa sebelumnya Petrus bersama-sama dengan murid-murid lainnya telah mendiskusikan topik ini di antara mereka (bdk 14:33). Maka kini Petrus dengan percaya diri menjawab pertanyaan Yesus dengan benar: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” Pengakuan ini mengandung arti bahwa Mesias itu hidup. “Pengakuan ini mengandung arti bahwa Mesias itu hidup, sedang ilah-ilah lain mati. Donald Hagner mengatakan: “It describes the true God, as apposed to the gods of the world who were not alive… that God is uniquely the source of all life.” Maka apabila kita mengatakan Allah itu hidup berarti Allah itu aktif berkarya, Ia menciptakan dan memelihara langit dan bumi dan “Dialah yang memberikan hidup dan nafas. Apabila Allah adalah Allah yang hidup, maka Ia mempunyai kehendak. Karena Dia adalah Allah yang hidup, maka Dia adalah Allah yang memberi hidup, dan Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut. Allah yang hidup itu mempunyai kehendak serta harapan yang diharapkan pada umat ciptaan-Nya dan orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Allah bekerja menurut Rencana
Matius banyak bicara mengenai pengenapan PL: Hal ini berarti bahwa Allah yang hidup itu bekerja mempunyai dan menurut rencana. Dalam Injil Matius terdapat 61 kutipan PL yang banyak di antaranya telah tergenapi dalam Injil Matius. Pengenapan PL yang utama dalam tulisan Matius adalah Allah menjelma menjadi manusia (inkarnasi), yaitu Allah yang mengutus Anak-Nya. “.. All the gospel writers portray Jesus life and ministry is the fulfillment of Old Testament prophecy… But Matthew is particularly distinctive in this regard” (D.Lowery). Mulai dari kelahiran sampai pada kebangkitan-Nya Allah Bapa di sorga selalu berperan memimpin, mengerjakan serta menggenapi karya keselamatan-Nya.
Kisah tentang orang Majus dari Timur; kita tahu kisah pemberitahuan tentang kelahiran Yesus dalam Injil Matius berbeda dengan yang dicatat dalam Injil Lukas. Matius menceritakan tentang datangnya orang Majus dari Timur dan bagaimana Allah melindungi bayi Yesus dari usaha pembunuhan Herodes dengan melarikan diri bersama keluarga ke Mesir. Sekali lagi kita melihat bahwa Matius ingin menekankan bagaimana Allah memelihara dan melindungi Yesus. Allah yang hidup dan menyatakan kuasa-Nya di atas kuasa Herodes. Kelahiran Yesus merupakan berita kesukaan bagi bangsa Yahudi yang diberitakan melalui para gembala, tetapi juga merupakan berita kesukaan bagi bangsa kafir yang diberitakan melalui orang majus. Injil Matius yang penulisannya mempunyai penekanan khusus kepada bangsa Yahudi, namun ia tetap sadar bahwa Injil juga untuk orang kafir, sebab orang Majus itu dikatakan dari Timur, yang diperkirakan berasal dari kerajaan Persia dari suku Median. Memang Injil untuk semua orang, karena memang semua orang membutuhkan Injil keselamatan dari Allah.

Allah Sebagai Bapa
Dalam Injil Matius menyebutkan Allah sebagai Bapa sebanyak 44 kali. Pemeliharaan Allah sebagai Bapa ditujukan kepada semua orang, termasuk anak-anak-Nya, bahkan burung dan tanaman (5:43-45, 6:26-30, 15:30, 18:10, 14, 19-20). Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.
Allah Mahaadil
Matius mencatat banyak sekali kisah dan ajaran mengenai penghakiman dan hukuman yang memperkenalkan kepada pembaca bangsa Yahudi bahwa Allah Mahaadil dan Allah adalah Hakim yang Agung. Pada hari penghakiman, Matius mengisahkan bahwa Anak Allah akan menjadi contoh utama dalam proses penghakiman (25:31-46, 16:27). Namun bila dan kapan hari penghakiman itu tiba, dikatakan bahwa Anak tidak tahu, hanya Bapa yang tahu (24:36). Yesus dengan tegas mengatakan: “Aku berkata kepadamu: banyak orang akan datang dari Timur dan dari Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam kerajaan sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah terdapat ratap dan kertakgigi” (8:11-12).
George Ladd, dalam bukunya A Theology of the New Testament, ia mengatakan bahwa Allah yang kita kenal adalah: 1. Allah yang mencari, 2. Allah yang mencari adalah Allah yang mengundang. Dalam Matius 22 kita membaca perumpamaan di mana Yesus mengatakan bahwa Kerajaan sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya, lalu ia menyuruh hamba-hambanya mengundang orang untuk datang ke perjamuan kawin itu (22:1-14). Allah yang mencari adalah Allah yang mengundang supaya orang masuk ke dalam kerajaan-Nya. 3 sebagai Bapa, Ia memelihara semua orang, termasuk anak-anak, bahkan burung dan tanaman. Allah adalah Bapa dari mereka yang percaya dan menerima undanganNya. 4. Allah adalah kasih, tetapi Allah juga adalah adil. Keadilan Allah berhubungan erat dengan kesucian-Nya, Ia mencari, mengundang dan menantikan orang untuk meresponi undangan-Nya.[3]
2.4 Anak Allah
            Matius lebih sering menggunakan konsep “Anak Allah” daripada Markus. Seperti Markus, Matius memakai istilah itu pada saat baptisan (3:17), transfigurasi (17:5), dan kematian Yesus (27:54). Matius menyebut “Yesus Kristus, Anak Daud, Anak Abraham” (1:1). Matius juga menghilangkan sebutan Anak Allah yang diucapkan oleh roh-roh jahat (Markus 83:11), namun ia memasukkan ucapan orang Gerasa yang kerasukan setan (8:29). Matius sering memakai konsepsi tentang kedudukan Yesus sebagai anak. Sejak awal dia telah memulai dengan suatu nubuat Hosea, “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku” (2:15, kata-kata yang diambil dari Hosea 11:1).
Anak Manusia
            Injil Matius mempunyai persamaan dengan hampir semua pemakaian istilah “Anak Manusia” dalam Injil Markus, dan ia mempertahankan pembagian ungkapan tersebut menjadi tiga kelompok oleh Markus; dalam pernyataan mengenai pelayanan Yesus di dunia ini, dalam pernyataan yang berbicara tentang penderitaan, dan dalam pernyataan mengenai kedatangan-Nya dalam kemuliaan. Dibandingkan dengan Markus, Matius agak lebih banyak memuat apa yang bisa kita sebut acuan umum tentang misi Yesus. Misalnya ia mengatakan bahwa Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (8:20) dan bahwa Ia datang “makan dan  minum” (11:19). Kadang-kadang ungkapan-ungkapan ini menunjuk pada suatu Oknum Yang Maha Agung, seperti dalam pernyataan-pernyataan bahwa Anak Manusia mempunyai kuasa di atas dunia ini untuk mengampuni dosa (9:6) dan bahwa Ia adalah Tuhan atas hari Sabat (12:8). Di dunia ini Ia bertugas menaburkan “benih baik” (13:37).
            Matius mengulang hampir semua sebutan Kristus (Mesias) dalam Injil Markus. Salah satu yang tidak ada adalah dalam ayat mengenai memberi secangkir air sejuk karena sesorang adalah pengikut Kristus (Markus 9:41; Matius menulis tentang memberi tentang memberi air “karena ia murid-Ku”); juga tidak ada dalam tantangan kepada “Mesias, raja Israel” supaya turun dari salib ( Markus 15:32; Matius menulis tentang “raja”, tanpa menyebut kata “ Mesias”). Akan tetapi ia mempunyai ayat-ayatnya sendiri tentang Kristus. Lima kali dalam pembukaan Injilnya ia memakai nama ini, pertama dalam judulnya “silsilah Yesus Kristus”; lalu dalam satu ayat tentang “Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus” (1:16); lalu dalam catatan mengenai waktu, dari pembuangan ke Babel sampai Kristus (1:17); dalam pemberitaan mengenai kisah kelahiran Yesus Kristus (1:18); dan ketika Herodes bertanya-tanya mengenai tempat Mesias akan dilahirkan (2:4). Jadi, sejak permulaan sudah jelas bahwa Matius menulis tentang Kristus, Sang Mesias. Kemudian ia memberi tahu kita bahwa Yohanes Pembaptis sewaktu di penjara mendengar tentang “pekerjaan Kristus” (11:2).
Anak Daud
            Daud adalah raja agung Israel, seorang yang berkenan di hati Allah. Dari antara semua raja Israel dan Yehuda tidak ada seorang pun yang dapat menyamai dia; oleh karena itu jelas bahwa “Anak Daud” merupakan suatu gelar yang amat terhormat, sekaligus suatu indikasi bahwa orang yang mendapat gelas tersebut dapat menganggap diri keturunan raja yang terbesar itu. Gelar itu dipakai sebagai gelar mesianis, dan seperti telah diketahui gelar tersebut menunjukkan kerinduan akan seorang Mesias yang akan membaharui orang pada zaman-Nya. Rupanya pada abad pertama gelar itu dikaitkan dengan pengharapan militer (bukankah Daud itu seorang pejuang yang perkasa?). bagi suatu bangsa yang dijajah gelar itu mengungkapkan suatu harapan, harapan akan kebebasan di bawah pimpinan bangsa sendiri sebagai ganti penjajah yang dibenci itu. Mungkin inilah alasannya megapa gelar tersebut tidak begitu menonjol di dalam kitahb kitab Injil seperti gelar-gelar mesianis lainnya.
Yesus Adalah Juruselamat Bagi Semua Bangsa
            Injil itu dimuai dengan suatu silsilah yang panjang sebagai silsilah Yesus. Salah satu unsur yang kuat dan menonjol dalam silsilah ini adalah gambaran tentang ciri universalitas Yesus – walaupun silsilah ini dimulai dengan Abraham. Masuknya beberapa orang perempuaan dari bangsa lain (Rahab, Rut dan Basyeba istri Uria) mengentalkan gagasan itu. Ia datang tidak hanya utuk menyelamatkan umat perjanjian Allah (Israel), tetapi juga bangsa-bangsa lain.
            Telusuran atas silsilah itu disusul dengan cerita tentang perjumpaan orang Majus (orang bukan Yahudi) dengan Yesus sejak kelahiran-Nya yang datang untuk menyebah Dia, sementara orang Yahudi sendiri menolaknya. Para majusi tidak hanya berjumpa dengan Yesus, tetapi juga membawa persembahan kepada-Nya suatu persembahan yang menunjukkan keyakinan orang majus itu siapa Yesus itu (Mat. 2:1-12).Ciri universalitas itu ditampilkan kembali dalam kisah tentang penyembuhan hamba seorang perwira di Kapernaum (Mat. 8:5-13). Disini Yesus memuji iman sang perwira Romawi. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel” (Mat. 8:10). Kata-kata Yesus ini dilanjutkan dengan suatu nubuat tentang datangnya banyak orang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelpan yang paling gelap …” (Mat. 8:11,12). Nubuat tersebut kemudian diwujudkan dalam amanat Yesus kepada para murid-Nya agar pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat. 28:19-20).
Yesus adalah Penggenapan Janji Para Nabi dalam Perjanjian Lama
            Berdasarkan keyakinan komunitas matius tentang siapa Yesus itu bagi mereka, maka penulis Injil itu melakukan suatu rentetan kutipan dari Perjanjial Lama ke dalam Injilnya ini, lalu menghubungkannya dengan Yesus.
            Pengutipan tersebut ia lakukan untuuk menegaskan kepada para pembacanya, yang sebagian besar berlatar belakang Yahudi itu, bahwa Yesus yang mereka imani adalah Mesias yang telah dijanjikan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Kedatangan-Nya adalah untuuk memenuhi nubuatan para nabi. Oleh karena itu, kita sering menjumpai suatu formulasi baku dalam Injil ini, yakni “… Supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi …” (Mat. 1:22; 2:15, 17; dll). Melalui rumusan ini, penulis Injil hendak menegaskan bahwa Yesus adalah Mesias yang sesungguhnya, yang telah datang untik menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan maut.
            Matius hendak juga menunjukkan bahwa pengajaran Yesus merupakan penggenapan atas hukum Musa. “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat. 5:17). Maksud Matius di sini bukan supaya orang Kriisten melaksanakan hukum Taurat dengan semua tradisinya, seperti sunat dan mengharamkan makanan tertentu. Yesus telah menolak peraturan tentang makanan (Mat. 15:17-18) dan tidak pernah menegaskan kembali peraturan tentang sunat. Maksud Matius dengan ucapan Yesus ini adalah untuk menyatakan bahwa pengajaran yang Yesus berikan telah memenuhi hukum Musa itu. Yesus adalah penafsir yang benar tentang makna hukum tersebut. Untk menekankan tentang gagasan ini, Matius menampilakn Yesus sebagai Musa kedua yang mengajarkan makna hukum Taurat itu.
Yesus sebagai Musa Kedua yang Mengajarkan Arti Hukum Taurat
            Telah kita singgung di atas bahwa Yesus ditampilkan oleh penulis Injil Matius sebagai penafsir Taurat yang benar. Ia yang mengajarkan kepada murid-murid-Nya arti sesungguhnya dari Taurat tersebut. Pengajaran-Nya begitu menganngumkan, tidak seperti para ahli Taurat dan Farisi, sehingga semua pendengarannya menjadi takjub (Mat. 7:28, 29).
            Yesus degambarkan sebagai Musa kedua. Sama seperti Musa yang melarikan diri dari Mesir karena hendak dibunuh oleh Firaun (Kel. 2:15), demikian juga Yesus dibawa lari ke Mesir karena hendak dibunuh oleh Herodes (2:13, 14). Sama seperti Musa diminta untuk kembali ke Mesir karena orang yang membunnuh dia telah mati (Kel. 4:19), demikian juga malaikat Tuhan menyuruh Yusuf membawa Yesus kembali ke Yudea karena Herodes yang hendak membunuh Dia telah mati (Mat. 2:19-20). Sama seperti Musa membawa istri dan anak-anaknya kembali ke Mesir (Kel. 4:20), demikian juga Yusuf membawa Maria dan Yesus kembali ke tanah kelahiran-Nya (Mat. 2:22). Sama seperti Musa memberikan sepuluh firman dari atas gunung, maka Yesus melakukan hal yang sama. (Mat. 5:1). Ia memberikan ucapan bahagia kepada orang banyak dari atas bukit.
            Tafsiran Yesus terhadap hukum Taurat tercermin dalam khotbahNya di Bukit (Mat. 5-7) dan secara khusus dalam antitesisnya (Mat. 5:21-48). Mmelalui antithesis tersebut,  Yesus menentang penafsiran dari para pemimpin agama Yahudi yang bersifat legalistic. Sebaliknya, Ia sangat menonjolkan kehendak Allah. Menurut Matius, Yesus melakukan kehendak Allah dengan menekankan intisari hukum Taurat, bukan memberlakukan hukum Taurat secara legalistic dengan menekankan kesalehan pribadi. Intisari hukum Taurat itu adalah kasih – kasih kepada Allah dan kasih kepada sesame manusia (band. Mat. 22:37-40). Sesame manusia yang Yesus maksudkan di sini termasuk musuh (Mat. 5:43, 44). Setiap orang yang mengikut Yesus ditunut untuk melakukan kehendak Allah ini.
2.4 Gereja dan Pelayanannya
            Dalam Injil Matius, Yesus berbicara dengan para murid-Nya tentang gereja (ekklesia, Mat. 16:18; 18:17).dan hubungannya dengan wibawa (16:18-19; 18:18), disiplin (18:15-18), dan jabatan gereja (23:8-10). Menurut Matius gereja tidak bisa lepas dari kesalahan. Setiap orang, apakah dia Yahudi atau bukan Yahudi, dapat melakukan kesalahan. Sebagai contoh, Matius memasukkan kritiik Yesus terhadap kemunafikan orang Yahudi di dalam sinagoge (6:1-18) dan ucapanpengutukan Yesus terhadap orang Farisi dan ahli Taurat dalam Matius 23:1-39.
            Keadaan yang sama bisa saja terjadi di dalam gereja. Karena itu, Matius menyampaikan beberapa peringatan kepada gereja supaya jangan melakukan kewajiban agama dihadapan orang utuk dipuji, karena jika demikian kamu tidak beroleh upah (Mat. 6:1). Demikian juga, dalam hal memberi, jangan diumumkan kepada semua orang (6:2-3); juga ketika engkau berdoa janganlah seperti para orang Farisi (6:5-6). Dalam hal berpuasa, janganlah muram mukamu seperti oranng unafik, tetapi minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu (6:16-17). Matius juga mmengingatka para pengajar daa gereja agar tidak mencontohi orang Farisi dan ahli Taurat yang suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Hanya satu Rabimu karena kamu semua adalah saudara, dan hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga (23:8-10).
            Dengan menampilkan ucapan-ucapan Yesus yang sangat keras terhadap para pemimpin agama Yahudi itu, Matius mengingatkan gereja agar jangan melakukan kesalahan-kesalahan yang sama. Matius juga mengingatkan bahwa ada kemungkinan di dalam jemaat timbul “nabi-nabi palsu,” yaitu orang-orang Kristen yang tidak murni hatinya dan yang menyesatkan jemaat. Orang yang demikian berwajah domba, tetapi berhati serigala. Oleh karena itu, Matius mengingatkan jemaat untuk mengenali mereka dari buahnya. Buah yang dimaksudkan bukan sekedar mengikuti Tuhan, melakukan mujizat, bernubuat dan mengusir setan. Buah yang dimaksudkan adalah melakukan kehendak Allah (7:21-23).
            Matiius menggambarkan keberadaan orang-orang Kristen yang tidak urni datinya itu dalam beberapa perumpamaan. Kehadiran mereka sama seperti: ilalanh di antara gandum (13:24-30;36-63), ikan yang tidak baik diantara ikan yang baik (13:47-50), orang yang tidak berpakaian pesta (22:1-14), hamba yang baik dan hamba yang jahat (24:45-51), lima anak darah yang bodoh dan lima anak darah yang bejaksana (25:1-13). Dengan perumpamaan-perumpamaan ini, mTius ingin menyatakan bahwa gereja tidak dapat menghindari adanya orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya dan yang baik.
            Yang menarik adalah keberaddaan orang yang tidak murni hatinya itu dibiarkan hingga hari penghakiman. Sebagai contoh, para hamba dari tuan kebun itu datang meminta supaya lalang ituu dicabut, tetapi tuan kebun itu berkata: “jangan sebab mungkin gandum itu ikut tercabut padaa waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai” (13:29,30). Pembiaran itu dilakukan bukan supaya jemaat semakin dikuasai oleh para “nabi palsu itu,” tetapi supaya ada kesempatan bagi mereka yang tidak murni hatinya itu untuk berubah dan menghasilkan buah yang baik. Dalam kehidupan bersama itu pun, jemaat dinasihati agar menguji kehidupan mereka apakah mereka menghasilkan buah yang baik atau tidak.
            Dalam upaya mendorong jemaat untuk menghasilkan buah yang baik, gereja dipanggil untuk melayani, yakni melayani mereka yang dalam kebimbangan sehingga mudad dipengaruhi untuk menyimpang dari iman Kristen (18:12-13), jangan menghindarkan anggota jemaat dari dosa (18:6-9), dan hidup dengan saling merendahkan diri (18:1-5). Pelayan itu harus juga mencakup mereka yang terhilang (18:12-14). “Bapamu yang disorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari amak-anak ini hilang” (18:14).
            Menurut Matius, gereja daam pelayanannya erlu melakukan disiplin dalam menata kehidupan jemaat. Mereka yang mengaku dosanya dan kembali kepada persekutuan jemaat harus diterima dan diampuni dengan segenap hati (18:35). Dala melakukan disiplin itu, gereja harus bertindak bijaksana untuuk tidak cepat menjatuhkan tindakan disiplin (18:16-17). Bersikap ramah terhadap mereka yang lemah dan mencari mereka yang terhilang (18:12-14). Hanya jika ada yang tidak mau mendengarkan jemaat, maka pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai (18:17).[4]
2.5Kerajaan
            Seperti Markus dan Lukas, Matius pun banyak membicarakan ajaran Yesus tentang Kerajaan. Akan tetapi kalau Markus dan Lukas cenderung memusatkan perhatian pada “Kerajaan Allah”, Matius hanya lima kalli memakai ungkapan tersebut. Ia lebih suka memakai “Kerajaan Surga”, suatu frasa yang dipakainya sebanyak 32 kali, dan yang menurut kebanyakan ahli, mempunyai arti sama, hanya ini merupakan cara khas orang Yahudi menghindari penggunaan nama Allah. Selian itu, Matius memakai ungkapan-ungkapan seperti “Kerajaan” (enam kali, misalnya 8:12), “Kerajaan- Mu” (satu kali, yaitu dalam doa, 6:10). Ia menyebutnya “Kerajaan Anak Manusia” (dua kali, 13:41; 16:28). Ia memakai ungkapan-ungkapan semacam itu hampir lima puluh kali. Bisa juga ia menyebut “takhta Allah” (23:22), yang tentu saja menunjuk pada kemahakuasaan.[5]















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Kesan pertama yang paling mencolok yang kita dapatkan tentang Injil Matius ketika kita beralih dari Injil Markus ke Injil ini adalah sangat meningkatnya jumlah ajaran Yesus. Matius memasukkan hampir seluruh Injil Kedua ke dalam tulisan sepanjang satu setangah kali Injil Markus, dan sebagian besar dari bahan yang lebih itu merupakan ajaran. Ada bagian-bagian yang panjang: Khotbah di Bukit (pasal 5-7), Pengutusan kedua belas rasul (pasal 13), Kehidupan dalam kalangan Kristen (pasal 18), dan Parousia (pasal 24-25). Kalau Injil Markus hanya memuat sedikit perumpaaan, Matius berisi paling sedikit tujuh belas, termasuk menekankan apa yang diperbuat oleh Yesus, maka Matius memandang sangat penting juga apa yang dikatakan oleh Yesus.
            Ada juga perbedaan nada. Matius menaruh rasa hormat yang lebih besar. Oleh karena itu ia menghilangkan ayat-ayat tentang kemarahan Yesus (Markus 3:5, 10:14) dan ia tidak mencantumkan tuduhan bahwa Yesus itu tidak waras lagi (Markus 3:21). Kalau Markus mengisahkan bagaimana Yesus menjawab seorang muda kaya yang menyapa Dia, “Guru yang baik” dengan pertanyaan “Mengapa kaukatalan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja” (Markus 10:18), maka jawaban yang dicatat oleh Matius adalah, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik” (Matius 19:17). Sikap Matius terhadap kedua belas rasul juga lebih lunak. Kadang-kadang ia tidak mencantumkan hal-hal yang menunjukkan ketidaktahuan atau kebingungan mereka (misalnya Markus 9:6, 10, 32) dan membicarakan kedudukan mereka yang istimewa (Matius 13:16-17). Ia memasukkan juga kejadian-kejadian seperti mimpi Yusuf (Matius 1:20, 2:13, 19, 22), orng-orang Majus (Matius 2:12), istri Pilatus (matius 27:19), mata uang dalam mulut ikan (17:27), Pilatus yang mencuci tangannya (27:24), gempa bumi, terbelahnya bukit-bukit batu, bangkitnya orang-orang kudus yang telah meninggal pada saat Yesus disalibkan (27:51-53). Bagaimana kisah-kisah ini harus dihubungkan dengan apa yang kit abaca pada kitab-kitab Injil yang lain, merupakan tugas seorang penafsir; di sini kita hanya melihat makna peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan apa yang ditunjukkan tentang maksud teologi Matius.
            Matius menjelaskan bahwa Yesus mempunyai arti penting bagi kedua belas rasul, bahwa Allah membimbing umat-Nya kadang-kadang melalui mimpi, dan bahwa Allah melakukan hal-hal tertentu dalam alam jasmaniah ini sewaktu Ia melaksanakan rancana-Nya. Ada “sifat keyahudian” pada Injil Matius ini, sebagaimana yang kita lihat, misalnya dalam penekanan Matius pada penggenapan dari apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Begitu juga Matius menyebut soal-soal Yahudi seperti pajak bait Allah (17:24) dan tali sembayang (23:5); ia berbicara soal keabsahan hukum Taurat (5:18-19); ia mengatakan bahwa ajaran orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (meskipun bukan teladan hidup mereka) patut diikuti (23:2-3). Kelima kumpulan khotbah Yesus yang terkenal mengingatkan kita pada kelima kitab Musa, meskipun kita harus menolak kesimpulan yang kadang-kadang ditarik dari sini, yakni bahwa Matius mau menggambarkan Yesus sebagai pemberi hukum baru. Bagi Matius, seperti bagi penginjil lainnya, inti dari kekristenan adalah Injil, bukan hukum Taurat. Namun Matius pasti menaruh minat pada pentingnya ajaran Yesus; orang-orang bertobat tidak hanya harus dibaptis, melainkan juga diajarkan untuk melaksanakan semua printah Yesus (28:20). Jadi, sifat keyahudian Matius jangan terlalu ditekankan, sehingga mengabaikan ciri lain dari Injilnya, yakni universalismenya (8:11-12; 12:21).













DAFTAR PUSTAKA
ALKITAB
Barclay Wiliam, PAS, Jakarta: BPK GM, 2011.
Bahan ajar dari Pdt Dr. Victor I. Merentek.
David Santoso, Teologi Matius,
Hakh Samuel Benyamin, Pengantar Perjanjian Baru,Bandung: BMI, 2010.
Morris Leon, Teologi Perjanjian baru, Jakarta: Gandum Mas, 2006.




[1] Wiliam Barclay, PAS (Jakarta: BPK GM, 2011), 1-3.
[2] Bahan ajar dari Pdt Dr. Victor I. Merentek. 
[3] David Iman Santoso, Theologi Matius,
[4] Samuel benyamin hakh, Pengantar Perjanjian Baru (Bandung: BMI, 2010) 283-289.
[5] Leon Morris, Teologi Perjanjian baru, (Jakarta: Gandum Mas, 2006), 155-174

Komentar

Postingan Populer