Khotbah Hari Raya Pentakosta
Tema : Muara Bahasa Roh.
Durasi Baca : 5 Menit
Kisah Para Rasul 2:1-13 “Pentakosta”.
Hari raya Pentakosta selalu menjadi momen yang
special, baik pada masa orang Israel, sebagai pengucapan syukur atas
hasil panen gandum. Pesta ini dirayakan tujuh minggu. Pentakosta yang berarti
kelima puluh. Jadi hari kelima puluh setelah Paskah, bangsa Israel membawa
persembahan syukur mereka. Bagi orang Kristen, Pentakosta sebagai hari
pencurahan Roh Kudus. 40 + 10 = 50. 40 setelah paskah adalah kenaikan Yesus
Kristus dan 10 hari setelah Yesus terangkat ke sorga, Roh Kudus hadir. Roh Kudus
hadir sebagai janji Yesus kepada orang percaya.
Kehadiran
Roh Kudus dalam bacaan ini, mengingatkan kita juga tentang kehadiran Allah
seperti angin dalam cerita nabi Elia di Gunung Horeb (bnd 1 Raja-Raja 19:12),
letak perbedaannya hanyalah pada angin yang bertiup kencang dan lidah Api,
sedangkan dalam cerita Elia, dalam Angin sepoi-sepoi. Dalam Perjanjian Lama,
Roh dari kata Ibrani, Ruakh : Roh, Angin. Dan dalam Perjanjian Baru dari
kata Yunani Pneuma : Roh.
Roh
Itu telah ada baik dalam Perjanjian Lama sebagai Allah, yang berkarya
bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak. Dalam Perjanjian Lama disebut Roh
Allah dan Perjanjian Baru Roh Kudus.
Dalam
bacaan saat ini, Roh Kudus hadir dan orang percaya penuh dengan Roh Kudus. Tapi
apakah Roh Kudus hanya sebatas kekuatan magis?, apakah hanya sebatas seperti tiupan
angin? Roh Kudus adalah Allah yang sejati. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa
nafas yang diberikan Allah dan orang percaya tidak akan bisa hidup tanpa Roh
Kudus. Hidup tanpa Roh Kudus adalah mati. Baik secara fisik maupun mati
dalam keberdosaan. Karena sejatinya orang percaya tidak akan bisa hidup tanpa
Allah.
Roh
Kudus memberikan kekuatan bagi orang percaya, kekuatan menghadapi tantangan
dunia dan menjadi saksi bagi dunia. Yah, bagi dunia yang terluka. Terluka
karena hedonisme manusia, egoisme manusia, diksriminasi, cyber crime (kejahatan
di dunia maya), hoax, trafficking (penjualan manusia), dan hal-hal destruktif
lainnya.
Dalam
bahasa Teresa dari Lisieux maukah engkau berdarah untuk menyembuhkan
dunia-Nya yang terluka?
Tema
di atas, Muara bahasa Roh. Bahasa bisa berwujud dalam kata dan gerakan. Verbal
dan non verbal. Isyarat atau langsung. Secara simbolis, Muara bahasa Roh adalah
Bahasa Kasih dalam kehidupan setiap hari. Muara memiliki
tujuan, lewat kata atau gerakan orang percaya bermuara pada bahasa kasih. Karena
Roh Kudus menuntun orang percaya bukan hanya saat ibadah melainkan dalam
kehidupan setiap hari.
Roh
Kudus memampukan orang percaya dalam memuliahkan Allah, bukan beratraksi atas
diri tetapi bersaksi bagi Kristus. Roh Kudus mempersatukan
kita, bukan memecah bela. Perbedaan dibuat-Nya saling mengerti. Bahasa yang
berbeda-beda itu di buat Allah untuk saling memahami, saling mengerti.
Roh
Kudus menuntun orang percaya dari dalam ke luar. Dalam diri yang
diubahkan dan mau mengubah keadaan sekitar. Bukan sekedar seperti dalam
ayat 13 Tetapi orang lain menyindir: “Mereka sedang mabuk oleh anggur manis”. Menyindir
tanpa bertanya, menyindir tanpa tahu yang sebenarnya. Begitu, dalam kehidupan
kita, ternyata banyak bertemu dengan orang-orang seperti itu.
Mungkin
ada orang-orang yang mencoba menghakimi kita, tanpa bertanya pada kita apa yang
kita rasakan. Mereka menghakimi kita karena bertanya kepada orang lain. Mereka
menghakimi kita karena mereka menilai segala sesuatu dari sisi mereka. Mereka itu
bisa siapa saja. Dan mereka itu bisa saja adalah kita.
Roh
Kudus kiranya mengubah hidup kita, sehingga hidup yang kita miliki bukanlah kita
lagi melainkan Kristus yang tinggal di dalam kita.
Selamat
Hari Raya Pentakosta, AMIN.
Komentar
Posting Komentar